17 February, 2009

;

Planet X Pada Kiamat 2012 Bukan Planet Nibiru


Bagian luar Tata Surya masih memiliki banyak planet-planet minor yang belum ditemukan. Sejak pencarian Planet X dimulai pada awal abad ke 20, kemungkinan akan adanya planet hipotetis yang mengorbit Matahari di balik Sabuk Kuiper telah membakar teori-teori Kiamat dan spekulasi bahwa Planet X sebenarnya merupakan saudara Matahari kita yang telah lama “hilang”. Tetapi, mengapa kita harus cemas duluan akan Planet X/Teori Kiamat ini? Planet X kan tidak lain hanya merupakan obyek hipotetis yang tidak diketahui?

Teori-teori ini didorong pula dengan adanya ramalan suku Maya akan kiamat dunia pada tahun 2012 (Mayan Prophecy) dan cerita mistis Bangsa Sumeria tentang Planet Nibiru, dan akhirnya kini memanas sebagai “ramalan kiamat” 21 Desember 2012. Namun, bukti-bukti astronomis yang digunakan untuk teori-teori ini benar-benar melenceng.

Pada 18 Juni kemarin, peneliti-peneliti Jepang mengumumkan berita bahwa pencarian teoretis mereka untuk sebuah massa besar di luar Tata Surya kita telah membuahkan hasil. Dari perhitungan mereka, mungkin saja terdapat sebuah planet yang sedikit lebih besar daripada sebuah objek Plutoid atau planet kerdil, tetapi tentu lebih kecil dari Bumi, yang mengorbit Matahari dengan jarak lebih dari 100 SA. Tetapi, sebelum kita terhanyut pada penemuan ini, planet ini bukan Nibiru, dan bukan pula bukti akan berakhirnya dunia ini pada 2012. Penemuan ini adalah penemuan baru dan merupakan perkembangan yang sangat menarik dalam pencarian planet-planet minor di balik Sabuk Kuiper.

Dalam simulasi teoretis, dua orang peneliti Jepang telah menyimpulkan bahwa bagian paling luar dari Tata Surya kita mungkin mengandung planet yang belum ditemukan. Patryk Lykawa dan Tadashi Mukai dari Universitas Kobe telah mempublikasikan paper mereka dalam Astrophysical Journal. Paper mereka menjelaskan tentang planet minor ng mereka yakini berinteraksi dengan Sabuk Kuiper yang misterius itu.

Kuiper Belt Objects (KBOs)







Sedna, salah satu objek di Sabuk Kuipert. Kredit : NASA

Sabuk Kuiper menempati wilayah yang sangat luas di Tata Surya kita, kira-kira 30-50 SA dari Matahari, dan mengandung sejumlah besar objek-objek batuan dan metalik. Objek terbesar yang diketahui adalah planet kerdil (Plutoid) Eris. Telah lama diketahui, Sabuk Kuiper memiliki karakteristik yang aneh, yang mungkin menandakan keberadaan sebuah benda (planet) besar yang mengorbit Matahari dibalik Sabuk Kuiper. Salah satu karakterikstik tersebut adalah yang disebut dengan “Kuiper Cliff” atau Jurang Kuiper yang terdapat pada jarak 50 SA. Ini merupakan akhir dari Sabuk Kuiper yang tiba-tiba, dan sangat sedikit objek Sabuk Kuiper yang telah dapat diamati di balik titik ini. Jurang ini tidak dapat dihubungkan terhadap resonansi orbital dengan planet-planet masif seperti Neptunus, dan tampaknya tidak terjadi kesalahan (error) pengamatan. Banyak ahli astronomi percaya bahwa akhir yang tiba-tiba dalam populasi Sabuk Kuiper tersebut dapat disebabkan oleh planet yang belum ditemukan, yang mungkin sebesar Bumi. Objek inilah yang diyakini Lykawka dan Mukai, dan telah mereka perhitungkan keberadaannya.

Para peneliti Jepang ini memprediksikan sebuah objek besar, yang massanya 30-70 % massa Bumi, mengorbit Matahari pada jarak 100-200 SA. Objek ini mungkin juga dapat membantu menjelaskan mengapa sebagian objek Sabuk Kuiper dan objek Trans-Neptunian (TNO) memiliki beberapa karakteristik orbital yang aneh, contohnya Sedna.

Objek-objek trans Neptunian. Kredit : NASA

Sejak ditemukannya Pluto pada tahun 1930, para astronom telah mencari objek lain yang lebih masif, yang dapat menjelaskan gangguan orbital yang diamati pada orbit Neptunus dan Uranus. Pencarian ini dikenal sebagai “Pencarian Planet X”, yang diartikan secara harfiah sebagai “pencarian planet yang belum teridentifikasi”. Pada tahun 1980an gangguan orbital ini dianggap sebagai kesalahan (error) pengamatan. Oleh karena itu, pencarian ilmiah akan Planet X dewasa ini adalah pencarian untuk objek Sabuk Kuiper yang besar, atau pencarian planet minor. Meskipun Planet X mungkin tidak akan sebesar massa Bumi, para peneliti masih akan tetap tertarik untuk mencari objek-objek Kuiper lain, yang mungkin seukuran Plutoid, mungkin juga sedikit lebih besar, tetapi tidak terlalu besar.

“The interesting thing for me is the suggestion of the kinds of very interesting objects that may yet await discovery in the outer solar system. We are still scratching the edges of that region of the solar system, and I expect many surprises await us with the future deeper surveys.” - Mark Sykes, Direktur Planetary Science Institute (PSI) di Arizona.

Planet X Tidaklah Menakutkan
Jadi, dari mana Nibiru ini berasal? Pada tahun 1976, sebuah buku kontroversial berjudul The Twelfth Planet atau Planet Kedua belas ditulis oleh Zecharian Sitchin. Sitchin telah menerjemahkan tulisan-tulisan kuno Sumeria yang berbentuk baji (bentuk tulisan yang diketahui paling kuno). Tulisan berumur 6.000 tahun ini mengungkapkan bahwa ras alien yang dikenal sebagai Anunnaki dari planet yang disebut Nibiru, mendarat di Bumi. Ringkas cerita, Anunnaki memodifikasi gen primata di Bumi untuk menciptakan homo sapiens sebagai budak mereka.

Ketika Anunnaki meninggalkan Bumi, mereka membiarkan kita memerintah Bumi ini hingga saatnya mereka kembali nanti. Semua ini mungkin tampak sedikit fantastis, dan mungkin juga sedikit terlalu detail jika mengingat semua ini merupakan terjemahan harfiah dari suatu tulisan kuno berusia 6.000 tahun. Pekerjaan Sitchin ini telah diabaikan oleh komunitas ilmiah sebagaimana metode interpretasinya dianggap imajinatif. Meskipun demikian, banyak juga yang mendengar Sitchin, dan meyakini bahwa Nibiru (dengan orbitnya yang sangat eksentrik dalam mengelilingi Matahari) akan kembali, mungkin pada tahun 2012 untuk menyebabkan semua kehancuran dan terror-teror di Bumi ini. Dari “penemuan” astronomis yang meragukan inilah hipotesis Kiamat 2012 Planet X didasarkan. Lalu, bagaimanakah Planet X dianggap sebagai perwujudan dari Nibiru?

Kemudian terdapat juga “penemuan katai coklat di luar Tata Surya kita” dari IRAS pada tahun 1984 dan “pengumuman NASA akan planet bermassa 4-8 massa Bumi yang sedang menuju Bumi” pada tahun 1933. Para pendukung hipotesis kiamat ini bergantung pada penemuan astronomis tersebut, sebagai bukti bahwa Nibiru sebenarnya adalah Planet X yang telah lama dicari para astronom selama abad ini. Tidak hanya itu, dengan memanipulasi fakta-fakta tentang penelitian-penelitian ilmiah, mereka “membuktikan” bahwa Nibiru sedang menuju kita (Bumi), dan pada tahun 2012, benda masif ini akan memasuki bagian dalam Tata Surya kita, menyebabkan gangguan gravitasi.

Dalam pendefinisian yang paling murni, Planet X adalah planet yang belum diketahui, yang mungkin secara teoretis mengorbit Matahari jauh di balik Sabuk Kuiper. Jika penemuan beberapa hari lalu memang akhirnya mengarah pada pengamatan sebuah planet atau Plutoid, maka hal ini akan menjadi penemuan luar biasa yang membantu kita memahami evolusi dan karakteristik misterius bagian luar Tata Surya kita

02 August, 2008

;

Surveillance Technologies and the Future of Privacy

SurveillanceSurveillance Technologies and the Future of Privacy
Penulis : Mark Monmonier
Paperback : 250 halaman
Penerbit : University of Chicago Press, 2002
Bahasa : English
ISBN : 0226534278
Ukuran: 8,3 x 5,5 x 0,7 inci

Peta, sebagaimana kita ketahui telah memberikan petunjuk posisi dimana kita berada. Akan tetapi peta juga merupakan alat bagi seseorang untuk menemukan sesuatu ataupun orang lain. Saat ini, baik dalam bentuk media elektronik maupun media cetak, penggunaan peta kian meluas dan mendalam hingga mengungkapkan mobilitas serta aktivitas manusia, mulai dari hal yang disukai hingga hal yang tidak disukai.

Dalam Spying with Maps, Mark Monmonier "The Mapmatician", menjelaskan tentang peningkatan penggunaan data geografis seperti citra satelit untuk pengamatan lokasi dalam berbagai bidang seperti intelijen militer, penentuan lokasi pasar, dan lain sebagainya. Pertanyaan yang muncul kemudian, "Dapatkah penggunaan data untuk pengamatan semacam ini mengancam kenyamanan hidup masyarakat?" Untuk menjawab pertanyaan ini, Ia menjelaskan bagaimana teknologi Geospatial bekerja, apa yang dapat diungkapkan dari sana, siapa yang menggunakannya, serta apa akibatnya.

Dalam buku ini, Mark Monmonier melakukan dua pendekatan yang berbeda. Yang pertama, tentang sikap skeptisnya terhadap penggunaan teknologi Geospatial. Sedangkan yang kedua, merupakan pujian terhadap keuntungan yang dihasilkan dalam penggunaan teknologi Geospatial, baik di pemerintahan, institusi, terutama di era globalisasi. Dengan gaya bahasa yang menarik, Monmonier membawa para pembacanya ke dalam sisi gelap teknologi Geospatial di sekitar kita, mulai dari kamera lalu lintas, satelit cuaca, GPS personal, hingga teknologi WAP, dimana hak-hak individu yang berupa privasi manusia dapat dilanggar kapan saja.

Monmonier tidak merasa segan untuk mengungkapkan pendapatnya untuk membenarkan atau menyalahkan penggunaan teknologi Geospatial dalam segala hal. Pendapatnya itu justru menjadikan buku ini lebih provokatif dan menarik untuk dibaca. Dalam suatu Bab, Ia menjelaskan bagaimana GPS dan Penginderaan Jauh dapat mendeteksi posisi seorang hingga presisi yang sangat detil. Sedangkan dalam Bab lain Ia menjelaskan bagaimana Penginderaan Jauh untuk observasi lahan pertanian bisa menjadi isu pelanggaran hak-hak individual yang bisa dibawa hingga ke Mahkamah Agung.

Spying with Maps merupakan sebuah karya yang cocok untuk dinikmati baik bagi para akademisi, serta praktisi yang bergerak dalam bidang analisis keruangan. Selain itu, buku ini juga cocok sebagai bacaan santai akhir pekan di rumah sambil menikmati kopi panas di pagi hari. (*)

01 August, 2008

;

Manajemen Kota

Manajemen Kota; Perspektif Spasial
Penulis : Hadi Sabari Yunus
Paperback: 460 halaman
Penerbit : Pustaka Pelajar, Cetakan I, Sept. 2005
Bahasa : Bahasa Indonesia
ISBN : 979-3721-87-1
Ukuran : 21,2 x 14,4 x 2,3 cm

Siapa yang tidak kenal dengan "kota"? Kata ini sering kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam lingkungan akademis, pemerintahan, maupun kehidupan bermasyarakat. Kota juga telah menjadi bahan kajian di berbagai bidang ilmu. Bidang ilmu seperti ekonomi, sosiologi, sejarah, hukum, dan sebagainya, juga telah membahas kota sebagai objek kajian. Begitu pula dengan tema kota yang diambil untuk dikaji sangatlah beragam, seperti transportasi, sosiologi, budaya, dan lainnya.

Meski kota sudah umum dibicarakan, namun jarang ditemui literatur mengenai manajemen kota melalui perspektif spasial (keruangan), terutama dalam Bahasa Indonesia. Seorang guru besar Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada, Prof. Dr. H. Hadi Sabari Yunus, M.A; DRS. mencoba memaparkan hal tersebut dalam bukunya berjudul "Manajemen Kota; Perspektif Spasial". Buku setebal 460 halaman ini diterbitkan pada September 2005 oleh Pustaka Pelajar.

Hadi Sabari Yunus membagi bahasan ini ke dalam enam bab. Diawali dengan membahas pemahaman arti kota dan dinamika kota, ia kemudian langsung masuk ke dalam inti buku yaitu dimensi manjemen spasial kota dan formulasi visi spasial kota. Diakhiri dengan teknik manajemen spasial kota dan simulasi aplikasi tehnik manajemen spasial kota.

Kota memiliki arti yang beragam dan dapat dilihat dari sudut pandang berbeda. Pada bab pertama, ia menjelaskan bagaimana kota ditinjau dari segi yuridis-administratif, fisik morfologis, jumlah penduduk, kepadatan penduduk, fungsinya dalam wilayah organik, dan sosio-kultural. Bagaimana kota di Indonesia didefinisikan juga diberikan guna memudahkan pembaca mengenali masalah identifikasi sebuah kota.

Selesai pemahaman arti kota, di bab kedua ia mengajak pembaca ke dalam dinamika suatu kota. Mulai bab ini tiap bahasan ditinjau dari sudut pandang spasial. Dalam hukum aksi reaksi, suatu reaksi disebabkan oleh adanya aksi. Begitu pula dengan dinamika kota, disebabkan dari banyak hal kompleks yang terjadi didalamnya. Hadi membagi bab ini menjadi dua, yaitu konsekuensi spasial tuntutan ruang dan konsekuensi perkembangan spasial secara yuridis administratif.

Bab ketiga, dimensi manajemen spasial kota merupakan inti buku ini. Layaknya sebuah langkah manajemen, ada tiga proses yang harus dilakukan yaitu; dimensi orientasi, dimensi implementasi dan dimensi dampak. Spasial, sebagai kata kunci buku ini, merupakan sudut pandang yang dipilih untuk membahas tiga dimensi tersebut. Tiga bab selanjutnya merupakan pengembangan bahasan manajemen kota.

Pemilihan bab dan sub bab buku ini sangat teratur, meski untuk mengikutinya dibutuhkan kekuatan membaca yang lebih dibanding buku biasa, yang mencerminkan kekuatan dan penguasaan penulis akan bahasan manajemen kota. Buku ini sepertinya ditujukan bukan untuk orang yang pertama kali mempelajari tentang kota. Mereka yang mendalami kajian kota sangat tepat membaca buku ini. Sesuai dengan harapan penulis pada akhir buku, yang mengajak pembaca memikirkan upaya manajemen spasial yang cocok bagi negara Indonesia.



 

1001 Ilmu Copyright © 2009 Classicstudio